Sejarah “Aceh Merdeka”, Bermula di Tanah Gayo

"Sebuah
buku yang perlu dan patut dibaca,” demikian pendapat singkat Imam
Prasodjo, sosiolog Universitas Indonesia (UI),yangtertera dibelakang
buku ini.
Sementara
pengamat politik Fachry Ali, ikut memberi komentar tentang Partai Aceh
(PA), sebuah partai politik yang dominan di Aceh dewasa ini. Nilai
informatifnya adalah penjelasan bagaimana proses dialog dikalangan
kekuatan-kekuatan politik Aceh pasca Perjanjian Helsinki 15 Agustus
2005, bagaimana interaksi antara kekuatan-kekuatan lokal-yang secara
psikologis merasa telah keluar sebagai “pemenang”- dengan kekuatan
Jakarta dan bagaimana, pada akhirnya, tokoh-tokoh PA itu “mengalah”
dengan kekuatan-kekuatan nasional.
Deklarasi Aceh Merdeka
Tidak
banyak yang tahu apabila konsep deklarasi Aceh Merdeka disusun di
Buntul Kubu, sebuah perbukitan di tengah kota Takengon pada tahun 1976,
dengan sebuah bangunan khas Belanda. Disamping itu, pada cover buku
terdapat foto sejumlah tokoh pergerakan Aceh Merdeka (AM) berpose di
Buntul Kubu, Mereka adalah Tgk Hasan Muhammad di Tiro, Zainal Abidin di
Tiro, Mat Bin Tas, Hasanuddin dan Tgk Ilyas Leube.
Pada
pertemuan itu totok-tokoh Aceh Merdeka membahas rencana deklasari
gerakan Aceh Merdeka (AM) yang berujung pada pelaksanaan deklarasi di
Gunung Halimun Pidie, 4 Desember 1976, atau sekitar 4 bulan setelah
konsolidasi awal (pertama) di Takengon.
“Faktanya,
konsep gerakan Aceh Merdeka digodok di Buntul Kubu. Dan saat itu hanya
Tgk Hasan Muhammad di Tiro dan abangnya Zainal Abidin di Tiro hadir
mewakili tokoh pergerakan AM dari Aceh pesisir, selebihnya adalah Urang
Gayo Tgk Ilyas Leube dan kawan-kawan,” ujar Salman Yoga, editor buku
tersebut, Sabtu (12/11).
Penulis
buku tersebut, Adam Mukhlis Arifin yang saat pergerakan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) berada di bawah komando GAM wilayah Linge mengatakan, buku
tersebut akan tiba di Takengon pada 18 Nopember 2011 mendatang dan akan
diluncurkan secara sederhana.
“Untuk
edisi pertama dicetak 1000 eksemplar dan akan kita luncurkan” kata Adam
Mukhlis, yang pada masa itu mamakai nama samaran Ali Gergel.
Adam
Muchlis juga menangapai perdamaian Aceh, dan mengakui jajaran kombatan
GAM Wilayah Linge mendukung sepenuhnya damai Aceh ini.
“Saya
tegaskan bahwa kombatan GAM wilayah Linge sangat menghormati MoU
Helsinki. Dan kami tunduk sepenuhnya terhadap Undang-Undang Dasar 1945,”
pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar