Selasa, 10 April 2012

Miniatur Aceh di Stockholm ::



Pemandangan Kota Stockholm - Swedia di kala senja
Swedia menjadi surga para pencari suaka politik. Perang Aceh mambuat banyak warganya hengkang dan memilih negeri Skandinavia itu sebagai tempat pelarian.

MEUNASAH ITU TAK SEPERTI BIASA, layaknya pandangan mata di nanggroe. Bangunan yang di maksudkan sebagai tempat ibadah kecil dan tempat berkumpul, tidaklah terletak pada sebuah kebun kosong dengan kulah di depannya. Di Swedia, meunasah lebih banyak dalam khayalan, karena hanya apartemen yang disulap.
            Tepatnya di Stockholm, ibukota Swedia, tempat itu berada. Awalnya hanya sebuah ide lewat cengkrama warga Aceh perantauan di Negara itu, untuk membentuk sebuah perkumpulan. Senasib hidup di negeri orang, tentu banyak tantangannya dan mesti berbagi.
Anak-anak Aceh di Meunasah Atjeh - Swedia selesai mengaji

            Mereka kadang rindu pada Aceh yang lama tak di lihat, ada yang sudah puluhan tahun bermukim di negeri dekat kutub utara ini. Dasar kebersamaan, dibentuk sebuah organisasi social yang intinya untuk menjaga jati diri kebudayaan warga Aceh di rantau.
            Mereka berusaha membentuk seperti miniatur Aceh, memelihara imajinasi nanggroe tak terasa jauh. Salah satunya dengan membangun meunasah Atjeh, Stockholm. Meunasah yang terletak di Fittja diberi nama SAF (Svenska – Atjèhniska Förening – Swedia). Anggotanya sekitar 80 orang, termasuk anak-anak gabungan dari beberapa kota terdekat.
Acara Milad AM 35thoen di Meunasah Atjeh - Swedia
Acara Milad AM 35thoen di Meunasah Atjeh - Swedia
Acara Milad AM 35thoen di Meunasah Atjeh - Swedia

            Meunasah ini multifungsi. Selain untuk mengaji bagi anak-anak, mengajar baca tulis bahasa Aceh, juga menjadi tempat berolahraga ketika tiba musim salju. Meunasah digunakan untuk perayaan maulid setiap tahunnya, di lain waktu menjadi tempat berkumpul untuk rapat, serta menerima rombongan tamu dari Aceh dan tamu-tamu lokal warga Swedia.
            Bagi kaum hawa, ada dapur dan mesin jahit untuk dimanfaatkan berkegiatan masak-memasak dan jahit-menjahit. Umumnya mereka melakukannya pada hari libur, Sabtu dan Minggu. Suasananya persis seperti di Aceh. Perbedaannya hanya pada alam dan cuaca, makanan dan budayanya positif lain yang teradopsi dari Swedia.
Kaom Hawa dan anak-anak Aceh di Swedia berfoto bersama setelah acara Milad AM 35thoen
Kaom Adam Aceh di Swedia berfoto bersama setelah acara Milad AM 35thoen

            Meskipun sudah aman dan mapan di negeri orang, banyak generasi Aceh baru lahir di Swedia, belum pernah menginjakkan kaki ke Aceh. Tetapi, pascapenandatanganan MoU Helsinki 2005 lalu, sudah banyak anak-anak Aceh yang lahir di Swedia bias pulang untuk berkunjung melihat kampong halaman kedua orang tuanya.
            Meskipun masih ada yang memilih untuk tetap tinggal di Swedia, situasi dan kondisi negeri asal tetap di pantau dengan seksama setiap harinya, terlebih lagi oleh generasi pertama yang tiba di Swedia. Banyak cara melepaskan kerinduan dengan keluarga  yang masih ada di Aceh; telepon, melalui SMS atau mengunakan internet dengan fasilitas yahoo messenger-nya. Lewat internet juga, warga Aceh di sana memantau perkembangan terbaru soal Aceh.

Artikel Terkait

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com